Koperasi dan UMKM mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Badan usaha yang keberadaanya sering sekali kita jumpai di sekeliling
kita. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mereka memang benar-benar
koperasi ataukah hanya badan usaha yang menggunakan kedok koperasi
saja? Kasus seperti ini juga tak asing bagi kita yang mengerti seperti
apa badan usaha yang dinamakan koperasi. Berbalik pada UUD 1945 pasal
33 ayat 1 yang menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.” Telah di katakan dalam ayat tersebut bahwa perekonomian disusun atas azas kekeluargaan di mana
koperasi beroperasi juga atas azas kekeluargaan yang bertujuan
mensejahterakan anggotanya dan bukan berazaskan akan kepentingan
individu atau badan usaha tertentu seperti pada realitanya yang sering
kita temui.
Misalnya, sebut saja badan usaha X
yang menamakan dirinya adalah sebuah koperasi simpan pinjam dan dalam
kegiatan operasionalnya yaitu menghimpun dan menyalurkan dana mereka
menetapkan bunga hingga 10% dari nominal dasar pinjaman. Jelas saja
dapat terlihat bahwa badan usaha tersebut bukanlah sebuah koperasi.
Koperasi tersebut merupakan badan usaha yang memiliki kepentingan untuk
mendapatkan profit dengan cara memberikan bunga pinjaman sebesar itu
kepada peminjam. Koperasi yang seharusnya adalah koperasi yang ingin
mensejahterakan anggotanya/peminjam dan bukan mencekik sang peminjam
dengan mengenakan bunga yang begitu besar kepada peminjam/anggota.
Inilah salah satu koperasi yang dikatakan tidak aktif dimana secara umum
pada saat ini koperasi mengalami kemajuan atau perkembangan yang sangat
pesat.
Namun seperti yang dicontohkan di
atas, walaupun saat ini koperasi mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan namun bukan berarti
tidak ada koperasi yang tidak aktif atau koperasi yang gulung tikar.
Banyak hal yang menyebabkan koperasi-koperaasi di Indonesia mengalami
kebangkrutan yang dikarenakan diantaranya yaitu kegiatan operasional
tidak berdasarkan prinsip, nilai dan azas koperasi, buruknya manajemen
koperasi baik manajemen keuangan maupun manajemen SDM serta minimnya
partisipasi anggota akibat kurangnya pendidikan akan perkoperasian.
Penyebab yang paling sering dialami koperasi-koperasi Indonesia adalah
mengalami kurangnya modal usaha yang juga disebabkan oleh tidak disiplin
administratif oleh anggota serta tidak adanya kemitraan yang dijalin
oleh koperasi. Hal diatas diperkuat oleh data Laporan Dinas Koperasi dan
UMKM tahun 2000 – 2010 yang dimana terdapat 88.930 koperasi aktif dan
14.147 koperasi yang tidak aktif pada tahun 2000 dan mengalami
peningkatan pada tahun 2001 sebesar 89.756 koperasi yang aktif dan
21.010 koperasi yang tidak aktif. Berdasarkan data tersebut dapat kita
lihat pertumbuhan koperasi yang aktif juga diikuti oleh peningkatan
koperasi yang tidak aktif. Sangat disayangkan jika koperasi hanya
bertumbuh secara kuantitas dan bukan secara kualitas.
Berbeda dengan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) yang mengalami peningkatan yang sangat
menggembirakan dikarenakan berhasil menyumbangkan 57% dari PDB (di
dukung oleh data BPS tahun 2006 - 2010) dimana UMKM meningkat bukan
hanya dari segi kuantitas melainkan tenaga kerja, modal serta asset
mereka. UMKM juga dikatakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat,
sekalipun terjadi gejolak atau krisis mereka tidak terkena dampak yang
begitu menyedihkan. Hal tersebut dikarena prinsip kemandirian yang
dimiliki yang artinya mereka memiliki modal sendiri dan tidak terlalu
bergantung pada lembaga lain sehingga membuat mereka kokoh hingga saat
ini dan menjadi katup perekonomian negara.
Pencapaian yang sangat menggembirakn bagi UMKM kita tidak didapat hanya dengan sekali mengedipkan mata. Banyak tantangan yang mereka harus lalui dan banyak masalah
yang harus mereka selesaikan baik secara modal, tenaga kerja, kegiatan
produksi dan hal lainnya. Sehingga apabila terdapat UMKM yang tidak siap
dan tak mampu menghindari atau mengatasi gejolak yang datang maka tidak mustahil akan ada juga UMKM yang kolaps.
Berdasarkan masalah-maslah yang dialami oleh koperasi dan UMKM di Indonesia penulis menganalisis dan memiliki strategi penyelesaian masalah-masalah
tersebut yang mereka alami agar tak terulang kembali dan terus
meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Strategi yang penulis
sarankan, baik bagi pemerintah khususnya Menteri Koperasi dan UMKM, anggota serta pengurus koperasi di seluruh Indonesia dan para owner
UMKM di seluruh Indonesia untuk agar memiliki komitmen yang kuat untuk
meningkatkan perekonomian Indonesia melalui cara-cara berikut,
diantaranya:
1. Penyediaan modal dan akses kepada sumber dan lembaga keuangan.
Ditambah dengan pemberian kemudahan (bukan berbelit-belit) dalam
mengurus administrasi untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan.
Dapat juga melalui pengefektifan dan pengefisienan program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang telah disediakan oleh pemerintah sebelumnya.
2. Meningkatkan kualitas dan kapasitas kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas SDM, mereka perlu “dibangunkan”
kembali mengapa mereka berada di koperasi, orang yang masih konsisten
berusaha mengembalikan mindset orang yang tidak aktif agar mereka mau
berorganisasi khususnya koperasi berdasarkan asas dan prinsip-prinsip
yang telah ditetapkan.
3. Meningkatkan kemampuan pemasaran UMKMK. Pemberian pendidikan mengenai pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut tenaga profesional yang ahli dalam hal pemasaran.
4. Meningkatkan akses informasi usaha bagi UMKMK.
5. Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku usaha (UMKMK, Usaha Besar dan BUMN).
6. Melakukan/membuat
program goes to goal, yaitu langsung ke tujuan atau sasaran. Dilakukan
dengan cara memberikan bantuan baik modal, konsep, dan hal-hal yang
dibutuhkan oleh koperasi dan UMKM atau dengan membidik para individu
yang memiliki jiwa enterpreneur dengan tetap adanya prinsip prudensial
dan adanya manager investasi (meminjam istilah perbankan syariah dimana
nasabah yang telah diberi pinjaman tetap terus mendapat pengawasn atau
layanan prima dalam pengolahan dana yang ). Selama ini
banyak orang ahli dalam bidang UMKMK mengadakan seminar-seminar demi
meningkatnya kualitas dan kuantitas dari UMKMK, namun “efek” yang ada
dari seminar tersebut tidaklah lama, hanya bertahan sebentar, untuk itu
lebih baik mereka mencari langsung terjun ke lapangan untuk mencari
orang-orang yang benar-benar serius di UMKMK dan jika dilihat potensi
usahanya bagus segera dipinjami dana dalam rangka mengembangkan
usahanya.
sumber:
0 komentar:
Posting Komentar